Monday, June 20, 2011

GELATIN


Gelatin
Gelatin adalah turunan protein dari serat kolagen yang ada pada kulit, tulang, dan tulang rawan. Susunan asam aminonya hampir mirip dengan kolagen, dimana glisin sebagai asam amino utama dan merupakan 2/3 bagian dari seluruh asam amino penyusunnya sedang 1/3 bagian asam amino yang tersisa diisi
oleh prolin dan hidroksiprolin (Chaplin, 2005).
Asam-asam amino saling terikat melalui ikatan peptide membentuk gelatin. Pada Gambar 2.2 dapat dilihat susunan asam amino gelatin berupa Gly-X-Y dimana X umumnya asam amino prolin dan Y umumnya asam amino hidroksiprolin. Tidak terdapatnya triptofan pada gelatin menyebabkan gelatin tidak
dapat digolongkan sebagai protein lengkap (Grobben, 2004).
 

Gambar 2.2 Struktur kimia gelatin
Menurut Chaplin (2005), berat molekul gelatin sekitar 90.000 g/mol sedangkan rata-rata berat molekul gelatin komersial berkisar antara 20.000–70.000 g/mol (Ward, 1977). Gelatin terbagi menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan proses pengolahannya, yaitu tipe A dan tipe B. Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan baku diberi perlakuan perendaman dalam larutan asam sehingga proses ini dikenal dengan sebutan proses asam. Sedangkan dalam pembuatan gelatin tipe B, perlakuan yang diaplikasikan adalah perlakuan basa. Proses ini disebut proses alkali (Utama, 1997).
Bahan baku yang biasanya digunakan pada proses asam adalah tulang dan kulit babi, sedangkan bahan baku yang biasa digunakan pada proses basa adalah tulang dan kulit jangat sapi  (Viro, 1992). Menurut Wiyono (2001), gelatin ikan dikatagorikan sebagai gelatin tipe A. Secara ekonomis, proses asam lebih disukai dibandingkan proses basa. Hal ini karena perendaman yang dilakukan dalam proses asam relatif lebih singkat dibandingkan proses basa.
Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alcohol seperti gliserol, propilen glikol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam alkohol, aseton, karbon tetraklorida, benzen, petroleum eter dan pelarut organik lainnya. Menurut Norland (1997), gelatin mudah larut pada suhu 71,1°C dan cenderung
membentuk gel pada suhu 48,9°C. Sedangkan menurut Montero, dkk (2000), pemanasan yang dilakukan untuk melarutkan gelatin sekurang-kurangnya 49°C atau biasanya pada suhu 60–70°C.
Gelatin memiliki sifat dapat berubah secara reversible dari bentuk sol ke gel, membengkak atau mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid (Parker, 1982).
Menurut Utama (1997), sifat-sifat seperti itulah yang membuat gelatin lebih disukai dibandingkan bahan-bahan sejenis dengannya seperti gum xantan, keragenan dan pektin. Menurut Utama (1997) Penggunaan gelatin sangat luas dan menyangkut hajat hidup orang banyak misalnya sebagai bahan kosmetik, produk farmasi, bahan baku makanan (roti, es krim, permen karet, pengental, susu olahan dan mayonaise), bahan film, material medis, dan bahan baku kultur jasad renik.
Gambar 2.3 Diagram produsen dan bahan baku gelatin (GME, 2008).
 
Kebutuhan gelatin di dalam negeri tidaklah sedikit.
Hingga saat ini, Indonesia masih 100% mengimpor gelatin dari Cina, Australia, dan negara-negara Eropa (Direktorat Jendral Perikanan, 1999). Data statistik impor gelatin tahun 1995-1999 disajikan pada Tabel 2.1. Padahal dari laporan Gelatine Manufactures Of Europe (GME), 2008 lalu, 46% produksi gelatin di seluruh dunia menggunakan kulit babi sebagai bahan baku. Data statistik produsen gelatin serta bahan baku yang digunakan disajikan pada Gambar 2.3.

No comments:

Post a Comment