Monday, March 12, 2012

BIOLOGI-KULTUR JARINGAN


KULTUR JARINGAN

Kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya.Kultur jaringan akan lebih besar presentase keberhasilannya bila menggunakan jaringan meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dinding tipis, plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini untuk tissue culture. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan.
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
Arti kultur jaringan
Pelaksanaan teknik kultur jaringan ini berdasarkan teori sel seperti yang ditemukan oleh scheiden dan schwann, yaitu bahwa sel mempunyai kemampun autonom, bahkan mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotesi adalah kemampuan setiap sel, dari mana saja sel tersebut diambil, apabila diletakan dalam lingkungan yang sesuai akan dapat tumbuh menjadi tanaman yang sempurna (suryowinoto, 1991).
Kultur adalah budidaya sementara jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Sehingga kultur jaringan adalah membudidayakan jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya. (Daisy. P dan Wijayani. A: 1994). Kultur jaringan adalah suatu metode penanaman protoplas, sel, jaringan, dan organ pada media buatan dalam kondisi aseptik sehingga dapat beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Salah satu aplikasi kultur jaringan yang telah dikenal secara meluas dan telah banyak diusahakan untuk tujuan komersial adalah perbanyakan tanaman. Perbanyakan melalui kultur jaringan yang banyak diusahakan secara komersial pada saat ini terutama di negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, dan Eropa.
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril. (Daisy. P dan Wijayani. A: 1994).
Menurut (suryowinoto, 1991), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture, weefsel cultuus atau gewebe kultur. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Maka, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifst seperti induknya.
Teknik kultur jaringan akan dapat berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplant sebagai bahan dasar untuk pembentukan kalus, pengunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair. Meskipun pada perinsipnya semua jenis sel dapat di tumbuhkan, tetapi sebiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem, misalnya: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan sebagainya.
Kultur jaringan akan lebih besar persentase keberhasilanya bila mengunakan jaringan meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dindingnya tipis, belum mempunyai penebalan dari zat pektin, plasmanya penuh dan vkuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang mengunakan jaringan ini untuk tissue culture. Sebab, jaringan meristem keadaanya selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai zat yang mengatur pembelahan.
Embriogenesis dimulai dengan pembelahan gel yang tidak seimbang (kalus). Kalus biasanya terbentuk setelah eksplan dikulturkan dalam media yang mengandung auksin Banyak faktor yang mempengaruhi embriogenesis antara lain auksin eksogen, sumber eksplan, komposisi nitrogen yang ditambahkan dalam media dan karbohidrat (sukrosa). Selanjutnya gel membelah terus hingga memasuki tahap globular. Pada saat tersebut sel aktif membelah kesegala arah dan membentuk lapisan terluar yang akan menjadi protoderm (bakal epidermis), kelompok sel yang merupakan prekursor jaringan dasar dan jaringan pembuluhpun mulai terbentuk. Pembelahan kesegala arah tersebut terhenti ketika pembentukan primordia kotiledon, pada saat embrio matang sudah autotrof. Embrio yang matang akan berkecambah dan tumbuh menjadi tumbuhan yang baru pada kondisi yang cocok (Bajaj, 1994; Dodeman dkk. 1997;Lits, 1985).
Proses pembentukan dan perkembangan embrio (embriogenesis) menentukan pola pertumbuhan, yaitu meristem pucuk ke atas, meristem akar ke bawah, dan pola-pola dasar jaringan lainnya berkembang pada 'axis' pucuk -akar ini, namun pada tiap tumbuhan terdapat variasi pada proses embriogenesis.
Selanjutnya proses embriogenesis adalah bagian dari metode kultur jaringan untuk memperoleh bibit yang banyak dan bebas virus. Planlet yang dihasilkan pada mulanya beragam. Selanjutnya tanaman akan ditanam dilapang dan diadakan seleksi sesuai dengan metoda pemuliaan berkali-kali sehingga diperoleh tanaman-tanaman yang unggul. Tanaman inilah yang digunakan sebagai sumber eksplan yang bisa diperbanyak dengan berbagai cara dilaboratorium kultur jaringan sehingga didapat bibit dalam jumlah banyak dan seragam, metoda yang digunakan antara lain menginduksi tunas majemuk dan sub kultur. Jika sudah diperoleh sumber eksplan yang unggul dan media yang sesuai maka prosesnya akan berlangsung dalam waktu yang singkat dengan penambahan hormone tumbuh dalam konsentrasi rendah.

Metode perbanyakan cepat kultur jaringan dapat dilakukan melalui:
a) Perangsangan tunas lateral untuk membentuk tunas ganda dalam jumlah yang melebihi pertumbuhan normal. Bahan tanaman yang digunakan umumnya berupa batang yang mempunyai 1 buku. Cara ini lebih mudah dan aman dalam mempertahankan sifat pohon induknya.
b) Inisiasi tunas adventif langsung dari eksplan atau melalui kalus.
c) Embrio somatik.
Cara kedua dan ketiga banyak dilaporkan menyebabkan ketidakstabilan pada turunannya karena pembentukan melalui fase kalus. Tetapi di masa mendatang, cara embrio somatik banyak mendapat perhatian para pakar karena mempunyai segi analitis dan komersialisasi yang sangat potensial (Watimena, 1988).
Teori Dasar Kultur Jaringan


a. Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan  sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut (Setiap sel berasal dari satu sel).
b. Teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), artinya setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman lengkap.                                          
Aplikasi Teknik Kultur Jaringan dalam Bidang Agronomi
a.       Perbanyakan vegetatif secara cepat (Micropropagation).
b.      Membersihkan bahan tanaman/bibit dari virus
c.       Membantu program pemuliaan tanaman (Kultur Haploid, Embryo Rescue, Seleksi In Vitro, Variasi Somaklonal, Fusiprotoplas, Transformasi Gen /Rekayasa Genetika Tanaman dll).
d.      Produksi metabolit sekunder.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEPENGARUHI KEBERHASILAN KULTUR JARINGAN

1)      Genotip tanaman
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan dalam kultur invitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi tergantung dari spesies, bahkan varietas, atau tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan lingkungan kultur. Oleh karena itu, komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan yang dibutuhkan oleh masing-masing varietas tanaman bervariasi meskipun teknik kultur jaringan yang digunakan sama.
Perbedaan respon genotip tanaman tersebut dapat diamati pada perbedaan eksplan masing-masing varietas untuk tumbuh dan beregenerasi. Masing-masing varietas tanaman berbeda kemampuannya dalam merangsang pertumbuhan tunas aksilar, baik jumlah tunas maupun kecepatan pertumbuhan tunas aksilarnya. Hal serupa juga terjadi pada pembentukan kalus, laju pertumbuhan kalus serta regenerasi kalus menjadi tanaman lengkap baik melalui pembentukan organ-organ adventif maupun embrio somatik. Regenerasi dan perkembangan organ adventif dan embrio somatik juga sangat ditentukan oleh varietas tanaman induk. Perbedaan pengaruh genetik ini disebabkan karena perbedaan kontrol genetik dari masing-masing varietas serta jenis kelamin tanaman induk.

2) Media kultur
Perbedaan komposisi media, komposisi zat pengatur tumbuh dan jenis media yang digunakan akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan.
a) Komposisi media. Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan komposisi garam-garam anorganik, senyawa organik, zat pengatur tumbuh sangat mempengaruhi respon eksplan saat dikulturkan. Perbedaan komposisi media biasanya sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan. Meskipun demikian, media yang telah diformulasikan tidak hanya berlaku untuk satu jenis eksplan dan tanaman saja. Beberapa jenis formulasi media bahkan digunakan secara umum untuk berbagai jenis eksplan dan varietas tanaman, seperti media MS. Namun ada juga beberapa jenis media yang diformulasikan untuk tanaman-tanaman tertentu misalnya WPM, VW dll. Media-media tersebut dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti perkecambahan biji, kultur pucuk, kultur kalus, regenerasi kalus melalui organogenesis dan embriogenesis. Media yang dibutuhkan untuk perkecambahan biji, perangsangan tunas-tunas aksilar umumnya lebih sederhana dibandingkan dengan media untuk regenerasi kalus baik melalui organogenesis maupun embryogenesis.
b) Komposisi hormon pertumbuhan. Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan dalam media sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan. Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan ke dalam media kultur sangat tergantung dari jenis eksplan yang dikulturkan dan tujuan pengkulturannya. Konsentrasi hormon pertumbuhan optimal yang ditambahkan ke dalam media tergantung pula dari eksplan yang dikulturkan serta kandungan hormon pertumbuhan endogen yang terdapat pada eksplan tersebut. Komposisi yang sesuai ini dapat diperkirakan melalui percobaan-percobaan yang telah dilakukan sebelumnya disertai percobaan untuk mengetahui komposisi hormon pertumbuhan yang sesuai dengan kebutuhan dan arah pertumbuhan eksplan yang diinginkan.
Hormon pertumbuhan yang digunakan untuk perbanyakan secara invitro adalah golongan auksin, sitokinin, giberelin, dan growth retardant. Auksin yang umum dipakai adalah IAA (Indole Acetic Acid), IBA (Indole Butyric Acid), NAA (Naphtalena Acetic Acid), dan 2,4-D (2,4-dichlorophenoxy Acetic Acid). Selain itu beberapa peneliti pada beberapa tanaman menggunakan juga CPA (Chlorophenoxy Acetic Acid). Sitokinin yang banyak dipakai adalah Kinetin (Furfuryl Amino Purine), BAP/BA (Benzyl Amino Purine/Benzyl Adenine), 2 i-P (2-isopentenyl Adenin). Beberapa sitokinin lainnya yang juga digunakan adalah zeatin, thidiazuron dan PBA (6(benzylamino)-9-(2-tetrahydropyranyl)-9H-purine). Hormon pertumbuhan golongan giberellin yang paling umum digunakan adalah GA3, selain itu ada beberapa peneliti yang menggunakan GA4 dan GA7, sedangkan growth retardant yang sering digunakan adalah Ancymidol, Paraclobutrazol dan TIBA, AbA dan CCC.
c) Keadaan fisik media. Media yang umum digunakan dalam kultur jaringan adalah medium padat, medium semi padat dan medium cair. Keadaan fisik media akan mempengaruhi pertumbuhan kultur, kecepatan pertumbuhan dan diferensiasinya. Keadaan fisik media ini mempengaruhi pertumbuhan antara lain karena efeknya terhadap osmolaritas larutan dalam media serta ketersediaan oksigen bagi pertumbuhan eksplan yang dikulturkan.
Media yang umum digunakan dalam mikropropagasi adalah media semi-solid (semi padat) dengan cara menambahkan agar. Media semi padat ini digunakan karena beberapa alasan antara lain: eksplan yang kecil mudah terlihat dalam media padat; selama kultur eksplan tetap berada pada orientasi yang sama; eksplan berada di atas permukaan media sehingga tidak diperlukan teknik aerasi tambahan pada kultur; orientasi pertumbuhan tunas dan akar tetap; dan kalus tidak pecah seperti jika ditempatkan pada media cair. Namun penambahan agar dalam beberapa kasus dapat menghambat pertumbuhan karena: agar mungkin mengandung senyawa penghambat yang dapat menghambat morfogenesis beberapa kultur atau memperlambat pertumbuhan kultur; eksudasi fenolik dari eksplan terserap oleh media yang menempel dengan eksplan sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan eksplan; agar harus dicuci bersih dari akar sebelum diaklimatisasi; dan perlu waktu yang lebih banyak untuk mencuci gelas kultur misalnya botol-botol harus diautoclave untuk melarutkan agar sebelum dicuci.

3) Lingkungan Tumbuh
a)               Suhu. Tanaman umumnya tumbuh pada lingkungan dengan suhu yang tidak sama setiap saat, misalnya pada siang dan malam hari tanaman mengalami kondisi dengan perbedaan suhu yang cukup besar. Keadaan demikian bisa dilakukan dalam kultur invitro dengan mengatur suhu siang dan malam di ruang kultur, namun laboratorium kultur jaringan selama ini mengatur suhu ruang kultur yang konstan baik pada siang maupun malam hari. Umumnya temperatur yang digunakan dalam kultur invitro lebih tinggi dari kondisi suhu invivo. Tujuannya adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan morfogenesis eksplan.

Pada sebagian besar laboratorium, suhu yang digunakan adalah konstan, yaitu 25°C (kisaran suhu 17-32°C). Tanaman tropis umumnya dikulturkan pada suhu yang sedikit lebih tinggi dari tanaman empat musim, yaitu 27°C (kisaran suhu 24-32°C). Bila suhu siang dan malam diatur berbeda, maka perbedaan umumnya adalah 4-8°C, variasi yang biasa dilakukan adalah 25°C siang dan 20°C malam, atau 28°C siang dan 24°C malam. Meskipun hampir semua tanaman dapat tumbuh pada kisaran suhu tersebut, namun kebutuhan suhu untuk masing-masing jenis tanaman umumnya berbeda-beda. Tanaman dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimumnya. Pada suhu ruang kultur dibawah optimum, pertumbuhan eksplan lebih lambat, namun pada suhu diatas optimum pertumbuhan tanaman juga terhambat akibat tingginya laju respirasi eksplan.

b)               Kelembaban relatif. Kelembaban relatif dalam botol kultur dengan mulut botol yang ditutup umumnya cukup tinggi, yaitu berkisar antara 80-99%. Jika mulut botol ditutup agak longgar maka kelembaban relatif dalam botol kultur dapat lebih rendah dari 80%. Sedangkan kelembaban relatif di ruang kultur umumnya adalah sekitar 70%. Jika kelembaban relatif ruang kultur berada dibawah 70% maka akan mengakibatkan media dalam botol kultur (yang tidak tertutup rapat) akan cepat menguap dan kering sehingga eksplan dan plantlet yang dikulturkan akan cepat kehabisan media. Namun kelembaban udara dalam botol kultur yang terlalu tinggi menyebabkan tanaman tumbuh abnormal yaitu daun lemah, mudah patah, tanaman kecil-kecil namun terlampau sukulen. Kondisi tanaman demikian disebut vitrifikasi atau hiperhidrocity. Sub-kultur ke media lain atau menempatkan planlet kecil ini dalam botol dengan tutup yang agak longgar, tutup dengan filter, atau menempatkan silica gel dalam botol kultur dapat membantu mengatasi masalah ini.
c)               Cahaya. Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi invivo, kuantitas dan kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama penyinaran dan panjang gelombang cahaya mempengaruhi pertumbuhan eksplan dalam kultur invitro. Pertumbuhan organ atau jaringan tanaman dalam kultur invitro umumnya tidak dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus umumnya dihambat oleh cahaya.

Pada perbanyakan tanaman secara invitro, kultur umumnya diinkubasikan pada ruang penyimpanan dengan penyinaran. Tunas-tunas umumnya dirangsang pertumbuhannya dengan penyinaran, kecuali pada teknik perbanyakan yang diawali dengan pertumbuhan kalus. Sumber cahaya pada ruang kultur ini umumnya adalah lampu flourescent (TL). Hal ini disebabkan karena lampu TL menghasilkan cahaya warna putih, selain itu sinar lampu TL tidak meningkatkan suhu ruang kultur secara drastis (hanya meningkat sedikit). Intensitas cahaya yang digunakan pada ruang kultur umumnya jauh lebih rendah (1/10) dari intensitas cahaya yang dibutuhkan tanaman dalam keadaan normal. Intensitas cahaya dalam ruang kultur untuk pertumbuhan tunas umumnya berkisar antara 600-1000 lux. Perkecambahan dan inisiasi akar umumnya dilakukan pada intensitas cahaya lebih rendah.

Selain intensitas cahaya, lama penyinaran atau photoperiodisitas juga mempengaruhi pertumbuhan eksplan yang dikulturkan. Lama penyinaran umumnya diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman sesuai dengan kondisi alamiahnya. Periode terang dan gelap umumnya diatur pada kisaran 8-16 jam terang dan 16-8 jam gelap tergantung varietas tanaman dan eksplan yang dikulturkan. Periode siang/malam (terang/gelap) ini diatur secara otomatis menggunakan timer yang ditempatkan pada saklar lampu pada ruang kultur. Dengan teknik ini penyinaran dapat diatur konstan sesuai kebutuhan tanaman.

4) Kondisi Eksplan
Pertumbuhan dan morfogenesis dalam mikropropagasi sangat dipengaruhi oleh keadaan jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Selain faktor genetis eksplan yang telah disebutkan di atas, kondisi eksplan yang mempengaruhi keberhasilan teknik mikropropagasi adalah jenis eksplan, ukuran, umur dan fase fisiologis jaringan yang digunakan sebagai eksplan.
Meskipun masing-masing sel tanaman memiliki kemampuan totipotensi, namun masing-masing jaringan memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk tumbuh dan beregenerasi dalam kultur jaringan. Oleh karena itu, jenis eksplan yang digunakan untuk masing-masing kultur berbeda-beda tergantung tujuan pengkulturannya.
Umur eksplan sangat berpengaruh terhadap kemampuan eksplan tersebut untuk tumbuh dan beregenerasi. Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan tanaman yang masih muda (juvenil) lebih mudah tumbuh dan beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang telah terdiferensiasi lanjut. Jaringan muda umumnya memiliki sel-sel yang aktif membelah dengan dinding sel yang belum kompleks sehingga lebih mudah dimodifikasi dalam kultur dibandingkan jaringan tua. Oleh karena itu, inisiasi kultur biasanya dilakukan dengan menggunakan pucuk-pucuk muda, kuncup-kuncup muda, hipokotil, inflorescence yang belum dewasa, dll. Jika eksplan diambil dari tanaman dewasa, rejuvenilisasi tanaman induk melalui pemangkasan atau pemupukan dapat membantu untuk memperoleh eksplan muda agar kultur lebih berhasil.
Ukuran eksplan juga mempengaruhi keberhasilan kultur. Eksplan dengan ukuran kecil lebih mudah disterilisasi dan tidak membutuhkan ruang serta media yang banyak, namun kemampuannya untuk beregenerasi juga lebih kecil sehingga dibutuhkan media yang lebih kompleks untuk pertumbuhan dan regenerasinya. Sebaliknya semakin besar eksplan, maka semakin besar kemungkinannya untuk membawa penyakit dan makin sulit untuk disterilkan, membutuhkan ruang dan media kultur yang lebih banyak. Ukuran eskplan yang sesuai sangat tergantung dari jenis tanaman yang dikulturkan, teknik dan tujuan pengkulturannya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Regenerasi
1.  Bentuk Regenerasi dalam Kultur In Vitro : pucuk aksilar, pucuk adventif, embrio somatik, pembentukan protocorm like bodies, dll
2. Eksplan ,adalah bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal untuk perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang penting adalah genotipe/varietas, umur eksplan, letak pada cabang, dan seks (jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagi eksplan adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil, endosperm, ovari muda, anther, embrio, dll.
3.  Media Tumbuh, Di dalam media tumbuh mengandung komposisi garam anorganik, zat pengatur tumbuh, dan bentuk fisik media. Terdapat 13 komposisi media dalam kultur jaringan, antara lain: Murashige dan Skoog (MS), Woody Plant Medium (WPM), Knop, Knudson-C, Anderson dll. Media yang sering digunakan secara luas adalah MS.
4.  Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ZPT adalah konsentrasi, urutan penggunaan dan periode masa induksi dalam kultur tertentu. Jenis yang sering digunakan adalah golongan Auksin seperti Indole Aceti Acid(IAA), Napthalene Acetic Acid (NAA), 2,4-D, CPA dan Indole Acetic Acid (IBA). Golongan Sitokinin seperti Kinetin, Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA. Golongan Gibberelin seperti GA3. Golongan zat penghambat tumbuh seperti Ancymidol, Paclobutrazol, TIBA, dan CCC.
5. Lingkungan Tumbuh. Lingkungan tumbuh yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman meliputi temperatur, panjang penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan ukuran wadah kultur.
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur   jaringan adalah :
     
1) Pembuatan media
      2) Inisiasi
      3) Sterilisasi
      4) Multiplikasi
      5) Pengakaran
      6) Aklimatisasi

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.                                                            
Biasanya, komposisi media yang digunakan adalah sebagai berikut :
1        Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
2        Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
3        Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
4        Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).
5        Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar.
Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
Keunggulan inilah yang menarik bagi produsen bibit untuk mulai mengembangkan usaha kultur jaringan ini. Saat ini sudah terdapat beberapa tanaman kehutanan yang dikembangbiakkan dengan teknik kultur jaringan, antara lain adalah: jati, sengon, akasia, dll.
Bibit hasil kultur jaringan yang ditanam di beberapa areal menunjukkan pertumbuhan yang baik, bahkan jati hasil kultur jaringan yang sering disebut dengan jati emas dapat dipanen dalam jangka waktu yang relatif lebih pendek dibandingkan dengan tanaman jati yang berasal dari benih generatif, terlepas dari kualitas kayunya yang belum teruji di Indonesia. Hal ini sangat menguntungkan pengusaha karena akan memperoleh hasil yang lebih cepat.
TEKNIK KULTUR JARINGAN   :
  • Teknik kultur jaringan sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan jaringan tanaman yang sering disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan dipelihara dalam medium pada atau cair yang cocok dan dalam keadaan steril. dengan cara demikian sebaian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami proliferasi dan membentuk kalus. Apabila kalus yang terbentuk dipindahkan kedlam medium diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk tanaman kecil yang lengkap dan disebut planlet. Dengan teknik kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu jaringan tanaman dapat dihasilkan kalus yang dapat menjadi planlet dalam jumlah yang besar.
  • Pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman ini berdasarkan teori sel sperti yang dikemukakan oleh Schleiden, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom, bahkan mempunyai kemampuan totipotensi.
  • Totipotensi adalah kemampuan setiap sel, darimana saja sel tersebut diambil, apabila diletakkan dilingkungan yangsesuai akan tumbuh menjadi tanaman yang sempurna.Teknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik
Syarat-syarat yang Diperlukan                   :
1     Pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukkan kalus
2     Penggunaan medium yang cocok
3     Keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair. Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem, seperti: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan sebagainya. Bila menggunakan embrio bagian bji-biji yang lain sebagai eksplan, yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur dan dormansi.
KEUNTUNGAN PEMANFAATAN KULTUR JARINGAN
1     Pengadaan bibit tidak tergantung musim
2     Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih cepat  (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)
3     Bibit yang dihasilkan seragam
4     Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)
5     Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah
6     Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan lingkungan  lainnya
7     Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki
8     Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa
 KEKURANGAN PEMANFAATAN KULTUR JARINGAN
1.    Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit.
  1. Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium  khusus), peralatan dan perlengkapan.
  2. Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur jaringan agar dapat memperoleh hasil yang memuaskan
  3. Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh

No comments:

Post a Comment