KULTUR JARINGAN
Kultur
jaringan dalam
bahasa asing disebut sebagai tissue
culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok
sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. jadi, kultur jaringan berarti
membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai
sifat seperti induknya.Kultur jaringan akan lebih besar presentase
keberhasilannya bila menggunakan jaringan meristem. Jaringan meristem
adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu
membelah, dinding tipis, plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan
orang menggunakan jaringan ini untuk tissue culture. Sebab, jaringan meristem
keadaannya selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang
mengatur pembelahan.
Kultur jaringan merupakan
salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan
teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun,
mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara
aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang
tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi
menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah
perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan
media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Metode kultur jaringan
dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang
sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur
jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang
identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak
terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah
besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin,
kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan
konvensional.
Arti kultur jaringan
Pelaksanaan teknik kultur jaringan ini
berdasarkan teori sel seperti yang ditemukan oleh scheiden dan schwann, yaitu
bahwa sel mempunyai kemampun autonom, bahkan mempunyai kemampuan totipotensi.
Totipotesi adalah kemampuan setiap sel, dari mana saja sel tersebut diambil,
apabila diletakan dalam lingkungan yang sesuai akan dapat tumbuh menjadi
tanaman yang sempurna (suryowinoto, 1991).
Kultur adalah budidaya sementara jaringan
adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Sehingga
kultur jaringan adalah membudidayakan jaringan tanaman menjadi tanaman kecil
yang mempunyai sifat seperti induknya. (Daisy. P dan Wijayani. A: 1994). Kultur
jaringan adalah suatu metode penanaman protoplas, sel, jaringan, dan organ pada
media buatan dalam kondisi aseptik sehingga dapat beregenerasi menjadi tanaman lengkap.
Salah satu aplikasi kultur jaringan yang telah dikenal secara meluas dan telah banyak
diusahakan untuk tujuan komersial adalah perbanyakan tanaman. Perbanyakan melalui
kultur jaringan yang banyak diusahakan secara komersial pada saat ini terutama
di negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, dan Eropa.
Kultur jaringan merupakan salah satu cara
perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik
perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata
tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara
aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang
tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi
tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman
dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan
di tempat steril. (Daisy. P dan Wijayani. A: 1994).
Menurut (suryowinoto, 1991), kultur
jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture, weefsel
cultuus atau gewebe kultur. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah
sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Maka, kultur jaringan
berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai
sifst seperti induknya.
Teknik kultur jaringan akan dapat berhasil
dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat
tersebut meliputi pemilihan eksplant sebagai bahan dasar untuk pembentukan
kalus, pengunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik dan pengaturan udara
yang baik terutama untuk kultur cair. Meskipun pada perinsipnya semua jenis sel
dapat di tumbuhkan, tetapi sebiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah
tumbuh yaitu bagian meristem, misalnya: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping
biji dan sebagainya.
Kultur jaringan akan lebih besar persentase keberhasilanya bila
mengunakan jaringan meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu
jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dindingnya tipis,
belum mempunyai penebalan dari zat pektin, plasmanya penuh dan vkuolanya
kecil-kecil. Kebanyakan orang mengunakan jaringan ini untuk tissue culture. Sebab,
jaringan meristem keadaanya selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai
zat yang mengatur pembelahan.
Embriogenesis dimulai dengan pembelahan gel
yang tidak seimbang (kalus). Kalus biasanya terbentuk setelah eksplan
dikulturkan dalam media yang mengandung auksin Banyak faktor yang mempengaruhi
embriogenesis antara lain auksin eksogen, sumber eksplan, komposisi nitrogen
yang ditambahkan dalam media dan karbohidrat (sukrosa). Selanjutnya gel
membelah terus hingga memasuki tahap globular. Pada saat tersebut sel aktif
membelah kesegala arah dan membentuk lapisan terluar yang akan menjadi protoderm
(bakal epidermis), kelompok sel yang merupakan prekursor jaringan dasar dan jaringan
pembuluhpun mulai terbentuk. Pembelahan kesegala arah tersebut terhenti ketika pembentukan
primordia kotiledon, pada saat embrio matang sudah autotrof. Embrio yang matang
akan berkecambah dan tumbuh menjadi tumbuhan yang baru pada kondisi yang cocok
(Bajaj, 1994; Dodeman dkk. 1997;Lits, 1985).
Proses pembentukan dan perkembangan embrio (embriogenesis)
menentukan pola pertumbuhan, yaitu meristem pucuk ke atas, meristem akar ke
bawah, dan pola-pola dasar jaringan lainnya berkembang pada 'axis' pucuk -akar
ini, namun pada tiap tumbuhan terdapat variasi pada proses embriogenesis.
Selanjutnya proses embriogenesis adalah
bagian dari metode kultur jaringan untuk memperoleh bibit yang banyak dan bebas
virus. Planlet yang dihasilkan pada mulanya beragam. Selanjutnya tanaman akan
ditanam dilapang dan diadakan seleksi sesuai dengan metoda pemuliaan
berkali-kali sehingga diperoleh tanaman-tanaman yang unggul. Tanaman inilah
yang digunakan sebagai sumber eksplan yang bisa diperbanyak dengan berbagai
cara dilaboratorium kultur jaringan sehingga didapat bibit dalam jumlah banyak dan
seragam, metoda yang digunakan antara lain menginduksi tunas majemuk dan sub kultur.
Jika sudah diperoleh sumber eksplan yang unggul dan media yang sesuai maka prosesnya
akan berlangsung dalam waktu yang singkat dengan penambahan hormone tumbuh
dalam konsentrasi rendah.
Metode perbanyakan cepat kultur jaringan dapat dilakukan melalui:
a) Perangsangan tunas lateral untuk membentuk tunas ganda dalam
jumlah yang melebihi pertumbuhan normal. Bahan tanaman yang digunakan umumnya
berupa batang yang mempunyai 1 buku. Cara ini lebih mudah dan aman dalam
mempertahankan sifat pohon induknya.
b) Inisiasi tunas adventif langsung dari eksplan atau melalui
kalus.
c) Embrio somatik.
Cara kedua dan ketiga banyak dilaporkan menyebabkan
ketidakstabilan pada turunannya karena pembentukan melalui fase kalus. Tetapi
di masa mendatang, cara embrio somatik banyak mendapat perhatian para pakar
karena mempunyai segi analitis dan komersialisasi yang sangat potensial
(Watimena, 1988).
Teori Dasar Kultur Jaringan
a. Sel dari suatu organisme multiseluler
di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan
sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut (Setiap sel berasal dari
satu sel).
b. Teori Totipotensi Sel (Total Genetic
Potential), artinya setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu
mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman lengkap.
Aplikasi Teknik Kultur Jaringan dalam
Bidang Agronomi
a. Perbanyakan vegetatif secara cepat
(Micropropagation).
b. Membersihkan bahan tanaman/bibit dari
virus
c. Membantu program pemuliaan tanaman (Kultur
Haploid, Embryo Rescue, Seleksi In Vitro, Variasi Somaklonal, Fusiprotoplas,
Transformasi Gen /Rekayasa Genetika Tanaman dll).
d.
Produksi metabolit sekunder.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEPENGARUHI KEBERHASILAN KULTUR JARINGAN
1)
Genotip
tanaman
Salah satu
faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan dalam
kultur invitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil
penelitian menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat
bervariasi tergantung dari spesies, bahkan varietas, atau tanaman asal eksplan
tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor
lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat
pengatur tumbuh, dan lingkungan kultur. Oleh karena itu, komposisi media, zat
pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan yang dibutuhkan oleh masing-masing
varietas tanaman bervariasi meskipun teknik kultur jaringan yang digunakan
sama.
Perbedaan respon genotip tanaman tersebut dapat diamati pada
perbedaan eksplan masing-masing varietas untuk tumbuh dan beregenerasi.
Masing-masing varietas tanaman berbeda kemampuannya dalam merangsang
pertumbuhan tunas aksilar, baik jumlah tunas maupun kecepatan pertumbuhan tunas
aksilarnya. Hal serupa juga terjadi pada pembentukan kalus, laju pertumbuhan
kalus serta regenerasi kalus menjadi tanaman lengkap baik melalui pembentukan
organ-organ adventif maupun embrio somatik. Regenerasi dan perkembangan organ
adventif dan embrio somatik juga sangat ditentukan oleh varietas tanaman induk.
Perbedaan pengaruh genetik ini disebabkan karena perbedaan kontrol genetik dari
masing-masing varietas serta jenis kelamin tanaman induk.
2) Media kultur
Perbedaan komposisi media, komposisi zat pengatur tumbuh dan
jenis media yang digunakan akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan regenerasi
eksplan yang dikulturkan.
a) Komposisi media. Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan
komposisi garam-garam anorganik, senyawa organik, zat pengatur tumbuh sangat
mempengaruhi respon eksplan saat dikulturkan. Perbedaan komposisi media
biasanya sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan. Meskipun
demikian, media yang telah diformulasikan tidak hanya berlaku untuk satu jenis
eksplan dan tanaman saja. Beberapa jenis formulasi media bahkan digunakan
secara umum untuk berbagai jenis eksplan dan varietas tanaman, seperti media
MS. Namun ada juga beberapa jenis media yang diformulasikan untuk
tanaman-tanaman tertentu misalnya WPM, VW dll. Media-media tersebut dapat
digunakan untuk berbagai tujuan seperti perkecambahan biji, kultur pucuk,
kultur kalus, regenerasi kalus melalui organogenesis dan embriogenesis. Media
yang dibutuhkan untuk perkecambahan biji, perangsangan tunas-tunas aksilar
umumnya lebih sederhana dibandingkan dengan media untuk regenerasi kalus baik
melalui organogenesis maupun embryogenesis.
b) Komposisi hormon pertumbuhan. Komposisi dan konsentrasi
hormon pertumbuhan yang ditambahkan dalam media sangat mempengaruhi arah
pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan. Komposisi dan konsentrasi
hormon pertumbuhan yang ditambahkan ke dalam media kultur sangat tergantung
dari jenis eksplan yang dikulturkan dan tujuan pengkulturannya. Konsentrasi
hormon pertumbuhan optimal yang ditambahkan ke dalam media tergantung pula dari
eksplan yang dikulturkan serta kandungan hormon pertumbuhan endogen yang
terdapat pada eksplan tersebut. Komposisi yang sesuai ini dapat diperkirakan
melalui percobaan-percobaan yang telah dilakukan sebelumnya disertai percobaan
untuk mengetahui komposisi hormon pertumbuhan yang sesuai dengan kebutuhan dan
arah pertumbuhan eksplan yang diinginkan.
Hormon pertumbuhan yang digunakan untuk perbanyakan secara
invitro adalah golongan auksin, sitokinin, giberelin, dan growth retardant.
Auksin yang umum dipakai adalah IAA (Indole Acetic Acid), IBA (Indole Butyric
Acid), NAA (Naphtalena Acetic Acid), dan 2,4-D (2,4-dichlorophenoxy Acetic
Acid). Selain itu beberapa peneliti pada beberapa tanaman menggunakan juga CPA
(Chlorophenoxy Acetic Acid). Sitokinin yang banyak dipakai adalah Kinetin
(Furfuryl Amino Purine), BAP/BA (Benzyl Amino Purine/Benzyl Adenine), 2 i-P
(2-isopentenyl Adenin). Beberapa sitokinin lainnya yang juga digunakan adalah
zeatin, thidiazuron dan PBA (6(benzylamino)-9-(2-tetrahydropyranyl)-9H-purine).
Hormon pertumbuhan golongan giberellin yang paling umum digunakan adalah GA3,
selain itu ada beberapa peneliti yang menggunakan GA4 dan GA7, sedangkan growth
retardant yang sering digunakan adalah Ancymidol, Paraclobutrazol dan TIBA, AbA
dan CCC.
c) Keadaan fisik media. Media yang umum digunakan dalam kultur
jaringan adalah medium padat, medium semi padat dan medium cair. Keadaan fisik
media akan mempengaruhi pertumbuhan kultur, kecepatan pertumbuhan dan
diferensiasinya. Keadaan fisik media ini mempengaruhi pertumbuhan antara lain
karena efeknya terhadap osmolaritas larutan dalam media serta ketersediaan
oksigen bagi pertumbuhan eksplan yang dikulturkan.
Media yang umum digunakan dalam mikropropagasi adalah media
semi-solid (semi padat) dengan cara menambahkan agar. Media semi padat ini digunakan
karena beberapa alasan antara lain: eksplan yang kecil mudah terlihat dalam
media padat; selama kultur eksplan tetap berada pada orientasi yang sama;
eksplan berada di atas permukaan media sehingga tidak diperlukan teknik aerasi
tambahan pada kultur; orientasi pertumbuhan tunas dan akar tetap; dan kalus
tidak pecah seperti jika ditempatkan pada media cair. Namun penambahan agar
dalam beberapa kasus dapat menghambat pertumbuhan karena: agar mungkin
mengandung senyawa penghambat yang dapat menghambat morfogenesis beberapa
kultur atau memperlambat pertumbuhan kultur; eksudasi fenolik dari eksplan
terserap oleh media yang menempel dengan eksplan sehingga dapat mempengaruhi
pertumbuhan eksplan; agar harus dicuci bersih dari akar sebelum diaklimatisasi;
dan perlu waktu yang lebih banyak untuk mencuci gelas kultur misalnya
botol-botol harus diautoclave untuk melarutkan agar sebelum dicuci.
3) Lingkungan Tumbuh
a)
Suhu. Tanaman umumnya
tumbuh pada lingkungan dengan suhu yang tidak sama setiap saat, misalnya pada
siang dan malam hari tanaman mengalami kondisi dengan perbedaan suhu yang cukup
besar. Keadaan demikian bisa dilakukan dalam kultur invitro dengan mengatur
suhu siang dan malam di ruang kultur, namun laboratorium kultur jaringan selama
ini mengatur suhu ruang kultur yang konstan baik pada siang maupun malam hari.
Umumnya temperatur yang digunakan dalam kultur invitro lebih tinggi dari
kondisi suhu invivo. Tujuannya adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan
morfogenesis eksplan.
Pada sebagian besar laboratorium, suhu yang digunakan adalah konstan, yaitu 25°C (kisaran suhu 17-32°C). Tanaman tropis umumnya dikulturkan pada suhu yang sedikit lebih tinggi dari tanaman empat musim, yaitu 27°C (kisaran suhu 24-32°C). Bila suhu siang dan malam diatur berbeda, maka perbedaan umumnya adalah 4-8°C, variasi yang biasa dilakukan adalah 25°C siang dan 20°C malam, atau 28°C siang dan 24°C malam. Meskipun hampir semua tanaman dapat tumbuh pada kisaran suhu tersebut, namun kebutuhan suhu untuk masing-masing jenis tanaman umumnya berbeda-beda. Tanaman dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimumnya. Pada suhu ruang kultur dibawah optimum, pertumbuhan eksplan lebih lambat, namun pada suhu diatas optimum pertumbuhan tanaman juga terhambat akibat tingginya laju respirasi eksplan.
b)
Kelembaban relatif. Kelembaban
relatif dalam botol kultur dengan mulut botol yang ditutup umumnya cukup
tinggi, yaitu berkisar antara 80-99%. Jika mulut botol ditutup agak longgar
maka kelembaban relatif dalam botol kultur dapat lebih rendah dari 80%.
Sedangkan kelembaban relatif di ruang kultur umumnya adalah sekitar 70%. Jika
kelembaban relatif ruang kultur berada dibawah 70% maka akan mengakibatkan
media dalam botol kultur (yang tidak tertutup rapat) akan cepat menguap dan
kering sehingga eksplan dan plantlet yang dikulturkan akan cepat kehabisan
media. Namun kelembaban udara dalam botol kultur yang terlalu tinggi
menyebabkan tanaman tumbuh abnormal yaitu daun lemah, mudah patah, tanaman
kecil-kecil namun terlampau sukulen. Kondisi tanaman demikian disebut
vitrifikasi atau hiperhidrocity. Sub-kultur ke media lain atau menempatkan
planlet kecil ini dalam botol dengan tutup yang agak longgar, tutup dengan
filter, atau menempatkan silica gel dalam botol kultur dapat membantu mengatasi
masalah ini.
c)
Cahaya. Seperti halnya pertumbuhan
tanaman dalam kondisi invivo, kuantitas dan kualitas cahaya, yaitu intensitas,
lama penyinaran dan panjang gelombang cahaya mempengaruhi pertumbuhan eksplan
dalam kultur invitro. Pertumbuhan organ atau jaringan tanaman dalam kultur
invitro umumnya tidak dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus umumnya
dihambat oleh cahaya.
Pada perbanyakan tanaman secara invitro, kultur umumnya diinkubasikan pada ruang penyimpanan dengan penyinaran. Tunas-tunas umumnya dirangsang pertumbuhannya dengan penyinaran, kecuali pada teknik perbanyakan yang diawali dengan pertumbuhan kalus. Sumber cahaya pada ruang kultur ini umumnya adalah lampu flourescent (TL). Hal ini disebabkan karena lampu TL menghasilkan cahaya warna putih, selain itu sinar lampu TL tidak meningkatkan suhu ruang kultur secara drastis (hanya meningkat sedikit). Intensitas cahaya yang digunakan pada ruang kultur umumnya jauh lebih rendah (1/10) dari intensitas cahaya yang dibutuhkan tanaman dalam keadaan normal. Intensitas cahaya dalam ruang kultur untuk pertumbuhan tunas umumnya berkisar antara 600-1000 lux. Perkecambahan dan inisiasi akar umumnya dilakukan pada intensitas cahaya lebih rendah.
Selain intensitas cahaya, lama penyinaran atau photoperiodisitas juga mempengaruhi pertumbuhan eksplan yang dikulturkan. Lama penyinaran umumnya diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman sesuai dengan kondisi alamiahnya. Periode terang dan gelap umumnya diatur pada kisaran 8-16 jam terang dan 16-8 jam gelap tergantung varietas tanaman dan eksplan yang dikulturkan. Periode siang/malam (terang/gelap) ini diatur secara otomatis menggunakan timer yang ditempatkan pada saklar lampu pada ruang kultur. Dengan teknik ini penyinaran dapat diatur konstan sesuai kebutuhan tanaman.
4) Kondisi Eksplan
Pertumbuhan dan morfogenesis dalam mikropropagasi sangat
dipengaruhi oleh keadaan jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan.
Selain faktor genetis eksplan yang telah disebutkan di atas, kondisi eksplan
yang mempengaruhi keberhasilan teknik mikropropagasi adalah jenis eksplan,
ukuran, umur dan fase fisiologis jaringan yang digunakan sebagai eksplan.
Meskipun masing-masing sel tanaman memiliki kemampuan
totipotensi, namun masing-masing jaringan memiliki kemampuan yang berbeda-beda
untuk tumbuh dan beregenerasi dalam kultur jaringan. Oleh karena itu, jenis
eksplan yang digunakan untuk masing-masing kultur berbeda-beda tergantung
tujuan pengkulturannya.
Umur eksplan sangat berpengaruh terhadap kemampuan eksplan
tersebut untuk tumbuh dan beregenerasi. Umumnya eksplan yang berasal dari
jaringan tanaman yang masih muda (juvenil) lebih mudah tumbuh dan beregenerasi
dibandingkan dengan jaringan yang telah terdiferensiasi lanjut. Jaringan muda
umumnya memiliki sel-sel yang aktif membelah dengan dinding sel yang belum
kompleks sehingga lebih mudah dimodifikasi dalam kultur dibandingkan jaringan
tua. Oleh karena itu, inisiasi kultur biasanya dilakukan dengan menggunakan
pucuk-pucuk muda, kuncup-kuncup muda, hipokotil, inflorescence yang belum
dewasa, dll. Jika eksplan diambil dari tanaman dewasa, rejuvenilisasi tanaman
induk melalui pemangkasan atau pemupukan dapat membantu untuk memperoleh
eksplan muda agar kultur lebih berhasil.
Ukuran eksplan juga mempengaruhi keberhasilan kultur. Eksplan
dengan ukuran kecil lebih mudah disterilisasi dan tidak membutuhkan ruang serta
media yang banyak, namun kemampuannya untuk beregenerasi juga lebih kecil
sehingga dibutuhkan media yang lebih kompleks untuk pertumbuhan dan
regenerasinya. Sebaliknya semakin besar eksplan, maka semakin besar
kemungkinannya untuk membawa penyakit dan makin sulit untuk disterilkan,
membutuhkan ruang dan media kultur yang lebih banyak. Ukuran eskplan yang
sesuai sangat tergantung dari jenis tanaman yang dikulturkan, teknik dan tujuan
pengkulturannya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Regenerasi
1.
Bentuk Regenerasi dalam Kultur In Vitro : pucuk aksilar, pucuk adventif,
embrio somatik, pembentukan protocorm like bodies, dll
2. Eksplan ,adalah bagian tanaman yang
dipergunakan sebagai bahan awal untuk perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang
penting adalah genotipe/varietas, umur eksplan, letak pada cabang, dan seks
(jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagi eksplan adalah
pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil, endosperm, ovari
muda, anther, embrio, dll.
3.
Media Tumbuh, Di dalam media tumbuh mengandung komposisi garam
anorganik, zat pengatur tumbuh, dan bentuk fisik media. Terdapat 13 komposisi
media dalam kultur jaringan, antara lain: Murashige dan Skoog (MS), Woody Plant
Medium (WPM), Knop, Knudson-C, Anderson dll. Media yang sering digunakan secara
luas adalah MS.
4.
Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Faktor yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan ZPT adalah konsentrasi, urutan penggunaan dan periode masa induksi
dalam kultur tertentu. Jenis yang sering digunakan adalah golongan
Auksin seperti Indole Aceti Acid(IAA), Napthalene Acetic Acid (NAA), 2,4-D, CPA
dan Indole Acetic Acid (IBA). Golongan Sitokinin seperti Kinetin, Benziladenin
(BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA. Golongan Gibberelin seperti GA3.
Golongan zat penghambat tumbuh seperti Ancymidol, Paclobutrazol, TIBA, dan CCC.
5. Lingkungan Tumbuh. Lingkungan tumbuh
yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman meliputi temperatur, panjang
penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan ukuran wadah kultur.
Tahapan yang dilakukan dalam
perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah :
1) Pembuatan media
2) Inisiasi
3) Sterilisasi
4) Multiplikasi
5) Pengakaran
6) Aklimatisasi
2) Inisiasi
3) Sterilisasi
4) Multiplikasi
5) Pengakaran
6) Aklimatisasi
Media merupakan faktor penentu
dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan
tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan
biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu,
diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur
tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun
jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media
yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media
yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan
autoklaf.
Biasanya,
komposisi media yang digunakan adalah sebagai berikut :
- Ammonium nitrate (NH4NO3) 1,650 mg/l
- Boric acid (H3BO3) 6.2 mg/l
- Calcium chloride (CaCl2 · H2O) 440 mg/l
- Cobalt chloride (CoCl2 · 6H2O) 0.025 mg/l
- Magnesium sulfate (MgSO4 · 7H2O) 370 mg/l
- Cupric sulfate (CuSO4 · 5H2O) 0.025 mg/l
- Potassium phosphate (KH2PO4) 170 mg/l
- Ferrous sulfate (FeSO4 · 7H2O) 27.8 mg/l
- Potassium nitrate (KNO3) 1,900 mg/l
- Manganese sulfate (MnSO4 · 4H2O) 22.3 mg/l
- Potassium iodine (KI) 0.83 mg/l
- Sodium molybdate (Na2MoO4 · 2H2O) 0.25 mg/l
- Zinc sulfate (ZnSO4 · 7H2O) 8.6 mg/l
- Na2EDTA · 2H2Oa 37.2 mg/lb
1
Inisiasi
adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian
tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
2
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus
dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan
alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan,
yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang
digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
3
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam
eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk
menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan.
Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan
ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
4
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan
akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan
dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan
perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun
jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna
putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).
5
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan
aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu
dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara
luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat
rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar.
Setelah bibit mampu
beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan
dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan
bibit generatif.
Keunggulan inilah yang menarik bagi
produsen bibit untuk mulai mengembangkan usaha kultur jaringan ini. Saat ini
sudah terdapat beberapa tanaman kehutanan yang dikembangbiakkan dengan teknik
kultur jaringan, antara lain adalah: jati, sengon, akasia, dll.
Bibit hasil kultur jaringan yang ditanam
di beberapa areal menunjukkan pertumbuhan yang baik, bahkan jati hasil kultur
jaringan yang sering disebut dengan jati emas dapat dipanen dalam jangka waktu
yang relatif lebih pendek dibandingkan dengan tanaman jati yang berasal dari
benih generatif, terlepas dari kualitas kayunya yang belum teruji di Indonesia.
Hal ini sangat menguntungkan pengusaha karena akan memperoleh hasil yang lebih
cepat.
TEKNIK KULTUR JARINGAN :
- Teknik kultur jaringan sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan jaringan tanaman yang sering disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan dipelihara dalam medium pada atau cair yang cocok dan dalam keadaan steril. dengan cara demikian sebaian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami proliferasi dan membentuk kalus. Apabila kalus yang terbentuk dipindahkan kedlam medium diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk tanaman kecil yang lengkap dan disebut planlet. Dengan teknik kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu jaringan tanaman dapat dihasilkan kalus yang dapat menjadi planlet dalam jumlah yang besar.
- Pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman ini berdasarkan teori sel sperti yang dikemukakan oleh Schleiden, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom, bahkan mempunyai kemampuan totipotensi.
- Totipotensi adalah kemampuan setiap sel, darimana saja sel tersebut diambil, apabila diletakkan dilingkungan yangsesuai akan tumbuh menjadi tanaman yang sempurna.Teknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik
Syarat-syarat
yang Diperlukan :
1 Pemilihan
eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukkan kalus
2 Penggunaan
medium yang cocok
3 Keadaan
yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair.
Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya
dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem,
seperti: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan sebagainya. Bila
menggunakan embrio bagian bji-biji yang lain sebagai eksplan, yang perlu
diperhatikan adalah kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur dan dormansi.
KEUNTUNGAN PEMANFAATAN KULTUR
JARINGAN
1 Pengadaan bibit tidak
tergantung musim
2
Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih
cepat (dari satu mata tunas yang sudah
respon dalam 1 tahun dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)
3 Bibit yang dihasilkan seragam
4
Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)
5
Biaya pengangkutan bibit relatif lebih
murah dan mudah
6
Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan
lingkungan lainnya
7
Dapat diperoleh sifat-sifat yang
dikehendaki
8
Metabolit sekunder tanaman segera
didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa
KEKURANGAN
PEMANFAATAN KULTUR JARINGAN
1.
Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit.
- Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium khusus), peralatan dan perlengkapan.
- Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur jaringan agar dapat memperoleh hasil yang memuaskan
- Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh
No comments:
Post a Comment